Senin, 07 November 2011

LANGKAH DEMI LANGKAH YANG MEMBAWAKU KE UBUD

Setelah membaca semua artikel di Gentle Birth Indonesia, kemudian mulai mengerti konsep gentle birth, berkali-kali mengunjungi website Bumi Sehat, ber-friend dengan Ibu Robin Lim dan Yayasan Bumi Sehat di Facebook, follow Ibu Robin Lim dan Yayasan Bumi Sehat di Twitter, tidak serta merta membuatku langsung mantap menuju Ubud. Antara aku dan Ubud masih terbentang lautan dan daratan yang harus aku lewati. 


Aku mulai mengangankan homebirth, tapi rumahku yang nyaris semua ruangan sudah menjadi toko buku tidak memberikan tempat yang nyaman untuk itu. Aku memikirkan untuk membujuk dokter kandunganku untuk menerapkan gentle birth, tapi harapanku kandas karena sang dokter sendiri sedang membujukku untuk disembelih  disesar sejak usia kandunganku 3 bulan dengan alasan ini "bayi mahal". Cari bidan? Aku merasa tidak ada dorongan hati untuk itu. Mengikuti jejak para ibu Papua melahirkan? Wah, aku tidak berani melahirkan di dalam hutan dengan peralatan minim. Jika hanya Bumi Sehat, Ubud tempatnya, bagaimana aku bisa ke sana? Lampu merah menyala terang benderang.


Imelda Rosa
Pagi itu aku teringat seorang sahabat yang sudah lama sekali tidak berjumpa denganku, Imelda Rosa. Ketika aku pergi ke Bali di tahun 2003, Imel sedang bekerja di sana dan dia berbaik hati mentraktir aku dan suamiku makan ikan bakar di Jimbaran. Aku mengirim SMS ke Imel menanyakan apakah dia pernah mendengar tentang Bumi Sehat di Ubud. Jawaban yang aku terima mengatakan, "Aku punya teman yang pernah melahirkan di sana, Wi. Ini no handphone-nya." Hatiku langsung berdebar-debar membaca SMS balasan Imel itu. Tanpa menunggu lama aku segera menghubungi Rosa Dewi, teman Imel yang diceritakannya itu. Mungkin ada lebih dari 10 kali aku berbalasan SMS dengan Rosa yang dengan semangat menceritakan proses persalinannya di Bumi Sehat hampir 4 tahun yang lalu. Dua orang ini membuat lampu merah di kepalaku berubah menjadi kuning. Ada harapan.


Rosa Dewi
Rosa menyarankan aku untuk menghubungi Bumi Sehat dulu. Aku segan untuk menelepon lalu aku mengirimkan e-mail ke Bumi Sehat. Tapi tidak ada jawaban. Lalu aku memberanikan diri mengirim fb-message ke Ibu Robin langsung dan dijawab dengan cepat. Ibu Robin memberikan alamat e-mail dan nomor handphone-nya. Aku girang sekali hari itu. Harapanku semakin besar. Lalu aku menanyakan tentang multivitamin untuk ibu hamil. Ibu Robin membalas dengan meminta alamat rumahku. Multivitamin organik itu akan dikirim ke rumahku jika sudah tersedia. Ketika aku tanya berapa harganya, Ibu Robin menjawab,"No charge. Someday when you are wealthy you can make donation to Bumi Sehat." Aku membaca e-mail balasan tersebut sambil terharu. Hatiku mengatakan aku harus ke Ubud. 


Suamiku
Lampu di kepalaku sudah berkedip-kedip dari kuning mau menuju hijau. Tapi masih ada satu rintangan lagi yang harus aku lewati, yaitu Charles, suamiku. Sejak awal mengenal gentle birth aku sudah sering membicarakannya dengan suami. Secara umum dia setuju dengan gentle birth, tapi ketika untuk mendapatkan itu aku harus melahirkan di Ubud dia agak keberatan. Alasan yang paling utama karena aku tidak mempunyai keluarga di Bali yang bisa mendampingi. Menjawab keberatannya itu aku benar-benar harus berkepala dingin dengan lebih banyak memakai logika daripada perasaan. Aku mulai menyusun strategi untuk perjalanan ini. Mulai dari menyiapkan finansial, transportasi, akomodasi, dan pendukung kehidupanku di sana nanti. Suamiku baru  yakin untuk melepaskan aku setelah kurang lebih selama 4 bulan setiap malam aku mendongeng berbicara tentang gentle birth. "Terima kasih, Charles, karena telah mempercayaiku memilih birth provider yang sesuai dengan hatiku."


Aku & Ibu Robin
Lampu hijau sudah bersinar dengan terang benderang. Tanggal 25 Oktober 2011 lalu aku terbang melintasi pulau dan lautan dari Manokwari, singgah di Sorong, terbang lagi ke Makassar, menunggu 4 jam untuk pesawat yang membawaku ke Denpasar dan dilanjutkan dengan perjalanan dengan mobil selama 2 jam keesokkan harinya ke Ubud. Melihat Ibu Robin nyata di depan mata, tersenyum, menyapa, dan memelukku benar-benar adalah mimpi yang menjadi kenyataan. 

4 komentar:

  1. Wi. Kayaknya ada bagian yang missing di itinerarymu. Dari Makassar ke Bali naik apa?

    BalasHapus
  2. Naik pesawat yang harus aku tunggu selama 4 jam di Makassar, Shirley....

    BalasHapus
  3. mbak bisa minta fb Ibu Robin yg asli, email dan nomor telp beliau?
    saya sedang mengumpulkan keyakinan untuk bisa sampai ke ubud..

    BalasHapus
  4. mba bisa minta alamat email dan no telp bu Robin? dan selama disana menginap dimana? oh ya pada saat terbang ke Ubud, usia kandunga berapa bulan? terimakasih

    BalasHapus