Sabtu, 12 November 2011

MENJADI ORANG TUA

Setiap kali merasakan janinku bergerak aku seperti diingatkan bahwa sebentar lagi aku menjadi orang tua. Bagaimana rasanya menjadi orang tua? Sanggupkah aku dan suamiku nanti menjadi orang tua yang baik bagi anak kami?  Merenungkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul itu membuatku teringat pada orang tuaku sendiri.  


Papa dan mama, Desember 2007
Mamaku seorang ibu rumah tangga sejati. Karena tidak berpendidikan tinggi maka mama tidak pernah berusaha mencari pekerjaan di luar rumah bahkan seingatku mama juga tidak berani membuka usaha sendiri. Tapi mamaku seorang yang rajin bekerja. Rumah kami yang kecil selalu bersih dan nyaman. Tidak berantakan karena semua barang diletakkan pada tempatnya. Biarpun memiliki dua anak yang umurnya hanya selisih 2 tahun dan sedang senang-senangnya bermain, mama tetap bisa menjaga rumah selalu rapi. Aku sering melihat mama sedang membersihkan jendela ketika aku bermain. Atau sedang mengepel lantai, membersihkan dapur dan menyikat kamar mandi. Terkadang mama juga pergi bersama teman-temannya. Tetapi rumah yang bersih, rapi, dan keluarga yang terurus selalu menjadi prioritasnya. 


Papaku adalah seorang karyawan perusahaan swasta dengan penghasilan biasa-biasa saja. Tidak terlalu kecil tapi juga tidak membuat kami bisa hidup mewah. Penghasilan papa yang pas-pasan saat itu membuat kami harus tinggal di gang kecil, hanya berjalan-jalan dalam kota ketika liburan, dan makan di rumah makan murah meriah ketika bosan makan di rumah, serta dibelikan baju baru hanya ketika mendekati Imlek. Papaku sangat perhatian terhadap pendidikan anak-anaknya. Papa selalu meluangkan waktu untuk mengingatkan kami belajar bahkan menemani belajar. Masa-masa itu mayoritas kaum keturunan Tionghoa selalu menyekolahkan anak-anak di sekolah swasta yang berbiaya tinggi. Tapi papaku mengambil keputusan berbeda. Menyadari bahwa gajinya tidak banyak maka papa menyekolahkan aku dan adikku di sekolah negeri sejak SD sampai perguruan tinggi. Rupanya papa seorang yang realistis. Papa ingin semua anak-anaknya minimal menjadi sarjana. Meskipun saudara dan teman-temannya menyayangkan keputusan papa untuk menyekolahkan kami di sekolah negeri tapi papa maju terus. Aku dan adikku akhirnya bisa menjadi sarjana dan mengenyam pendidikan di sekolah negeri favorit.


Papa dan mamaku adalah orang-orang sederhana tapi mereka memiliki tangan-tangan ajaib yang bisa mengubah kesederhanaan hidup kami menjadi sesuatu yang istimewa. Mereka selalu berusaha hidup jujur dan seimbang di hadapan anak-anak. Ketika tidak mempunyai uang untuk membeli sesuatu dengan terus terang mereka mengatakannya. Sepertinya mereka tidak memaksakan diri untuk membiayai hal-hal yang berada di luar kemampuan mereka. Contohnya ketika aku mengusulkan untuk berkuliah di universitas swasta favorit atau di universitas di luar kota, papa mengatakan bahwa dirinya belum mampu membiayaiku untuk keinginan itu sambil terus menyemangatiku untuk lulus UMPTN di kota kami.


Sepengetahuanku papa dan mama tidak mengenal tentang Zen Habits atau pola hidup Zen yang menekankan pada kesederhanaan, keteraturan, dan kekinian. Namun secara tidak sadar mereka sudah menerapkannya dalam keluarga kami. Dari masa kecil aku hanya bisa mengingat kebahagiaan dalam kesederhanaan.  Bagiku papa dan mama adalah orang tua yang sempurna karena hanya mereka yang sesuai untuk diriku dan bisa memenuhi semua kebutuhanku untuk bertumbuh secara tubuh, mental, dan jiwa menjadi diriku yang sekarang ini. 


Lalu akan menjadi orang tua seperti apakah diriku nanti masih merupakan misteri. Yang pasti menjadi orang tua adalah anugerah sekaligus tanggung jawab. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar