Minggu, 18 Maret 2012

CERITA TERAKHIR

Hari Jumat, 9 Maret 2012, pukul 07.00 WITA, aku, Charles, dan Louis meninggalkan Ubud dengan menyewa sebuah mobil travel. Waktu itu umur Louis masih 42 hari. Umur yang rawan untuk perjalanan Ubud-Surabaya. Tetapi intuisiku mengatakan bahwa akan lebih berbahaya lagi bila kami bertahan di Ubud karena aku membutuhkan dukungan yang lebih besar daripada yang bisa dilakukan suamiku. Perjalanan 12 jam itu berlangsung lancar meskipun Louis sempat menangis karena kepanasan ketika kami berada di ferri. Laut selat Bali yang tenang dan nyaris tanpa ombak membuat kami hampir tidak menyadari bahwa kapal sedang bergerak. Setelah tanggal 9 Maret, aku mendengar bahwa penyeberangan Gilimanuk-Ketapang harus dibuka-tutup karena ombak setinggi 3 meter dan angin kencang.... memang intuisi seorang ibu tidak salah.

Ketika mobil yang kami tumpangi mulai memasuki kota Surabaya yang masih terang benderang di malam hari, aku merasakan betapa berbedanya dengan di Ubud. Aura kapitalisme terasa pekat. Bertolak belakang dengan suasana di Bumi Sehat yang penuh kasih sayang. Tetapi di sinilah keluargaku berada dan aku sedang butuh untuk bersama mereka. Saat ini kami bertiga berada di rumah orang tuaku yang nyaman. Mbak Tini - pembantu kami selama 18 tahun - membantu semua keperluanku dan Louis dengan gembira sehingga aku bisa rileks dan menarik napas panjang kembali. Louis pun menjadi lebih tenang. Ketenangan dan kenyamananku membuat Louis bisa menyusu dengan lebih baik. Baru seminggu di Surabaya aku dan Louis terlihat lebih segar daripada sebelumnya. Aku juga mempunyai waktu untuk belajar merawat bayi dari internet.

Aku sudah berhasil melahirkan sealami mungkin. Aku sudah bisa menyusui Louis dengan ASI eksklusif sekarang. Tetapi jalan kami masih panjang dan pelajaran masih banyak. Sebagai manusia, aku dan Louis senantiasa berubah karena itulah kami harus terus belajar untuk saling mengenal. Yang terpenting bagiku adalah memperbanyak stok kesabaran dalam membesarkan Louis.

Cerita di Ubud sudah berakhir tetapi kisah kami sebagai sebuah keluarga baru dimulai.

Jumat, 02 Maret 2012

BERJUANG KARENA CINTA

Hari-hariku di Ubud semakin mendekati akhirnya. Sebelum habis bulan Maret ini kami sudah akan berangkat ke Surabaya. Segala sesuatu memang ada awal dan ada akhir. Dan aku pun harus rela melepaskan Ubud dan segala yang ada di dalamnya untuk mulai menjalani babak baru kehidupan di Surabaya. 


Di Ubud aku sudah melewati banyak hal, meraih banyak impian, dan mendapatkan banyak pengalaman. Cita-citaku untuk melahirkan sealami mungkin sudah tercapai. Ternyata aku bisa melahirkan tanpa harus mengalami intervensi medis yang tidak perlu seperti induksi, episiotomi, dan operasi sesar. Bayiku pun mendapatkan apa yang menjadi haknya yaitu IMD, dekapan hangat ibunya dan Lotus Birth. Aku selalu tersenyum mengingat proses melahirkan yang aku dapatkan  karena semua berjalan alami, tanpa trauma. Babak pertama selesai.


Babak kedua dimulai yaitu proses menyusui secara eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai 2 tahun. Perjuangan babak kedua ini lebih berat daripada yang pertama. Jika pada perjuangan pertama aku hanya perlu mendekatkan diri sedekat mungkin dengan birth provider yang menjalankan prinsip gentle birth maka di perjuangan kedua aku harus mulai mencari lagi pendukung ibu menyusui. Orang-orang di sekitarku, keluargaku sering memberi saran yang berlawanan. Mereka berpendapat bahwa ASI saja tidak mencukupi kebutuhan bayi. "Lihat tuh, bayimu masih menangis. Berarti ASI-mu tidak cukup. Kasih susu kaleng juga." Hancur hatiku mendengarkan kata-kata mereka. Kalau memang ASI-ku kurang mengapa mereka tidak membantuku untuk menghasilkan ASI yang lebih banyak? Mengapa malah menyarankan susu kaleng untuk anakku? Karena kepikiran kata-kata tersebut aku mengalami baby blues dan terkena mastitis. Di saat-saat lemah itu dukungan dari Bumi Sehat masih tetap aku dapatkan. Dukungan untuk terus menyusui dan pengobatan bagi kelemahan tubuh dan mentalku melalui akupunktur dan craniosakralSaat ini aku sudah mendapatkan kontak ke Asosiasi Ibu Menyusui (AIMI) untuk Jawa Timur yang berkantor di Surabaya. Itulah dukungan yang aku peroleh selepas dari Ubud. 


Aku percaya pada kekuatan cinta. Dengan dasar cinta aku berjuang melahirkan sealami mungkin. Aku berjuang menyusui bayiku juga dengan motivasi cinta, untuk memberikan yang terbaik. Cinta akan selalu mempunyai dukungan, di mana pun dan kapan pun. Aku hanya perlu tenang agar bisa mendengarkan petunjuk yang sudah tersedia dalam hatiku dan memenuhi hatiku dengan cinta akan membuatku mampu mengusir semua ketakutan.


Minggu, 12 Februari 2012

SOSOK SEORANG 'NENEK'

Tidak ada yang bakal menyangkal kalau aku bilang bahwa aku seorang perempuan mandiri. Bagi orang-orang yang mengetahui bagaimana aku berangkat dari Manokwari ke Ubud biasanya berpikir entah aku nekad atau pemberani atau mandiri atau agak gila. Ya aku akui aku memang......mandiri :-D Aku sudah membayangkan bagaimana nanti setelah melahirkan. Aku merencanakan segala sesuatu secara detil agar nantinya aku tidak kesulitan dan tidak perlu merepotkan orang lain.

Tetapi ketika baru melahirkan, dalam kondisi fisik masih lelah dan sudah ada makhluk mungil yang sangat tergantung padaku, semua kemandirianku itu runtuh sampai titik terendah. Aku harus mengakui aku membutuhkan bantuan dan kehadiran seseorang yang lain selain suami, yaitu ibuku. Aku rindu melepaskan semua kepenatanku sehabis melahirkan kepadanya karena aku yakin dia mengerti apa yang aku rasakan sama seperti yang pernah dirasakannya ketika melahirkan diriku. Namun sayang ibuku sudah berpulang 4 tahun yang lalu. 

Walaupun begitu aku masih termasuk beruntung karena Ibu Robin bukan hanya berperan sebagai bidan melainkan juga sebagai ibu bagiku dan nenek bagi anakku. Seperti ketika suatu malam anakku menangis sedangkan aku dan ayahnya tidak mampu menghentikan tangisannya, dekapan Ibu Robin bisa membuat dia menjadi tenang. Aku bertanya bagaimana mungkin hal itu terjadi. Ibu Robin hanya menjawab, "Ini ilmunya nenek." Pada saat tiba waktunya bagiku untuk meninggalkan klinik, Ibu Robin mengundangku untuk beristirahat di rumahnya yang nyaman selama beberapa hari. Berada di dekatnya menumbuhkan rasa percaya diri bagi orang tua baru seperti aku dan suami. Setelah dua hari akhirnya kami berani membawa Louis pulang.

Menjadi ibu membuat seorang perempuan berada dalam kondisi puncak dan lembah, merasa kuat sekaligus rapuh.


Rabu, 08 Februari 2012

'BAG OF TRICKS' - NYA BIDAN ROBIN LIM

Sehari setelah melahirkan Louis, ASI-ku belum lancar. Sebenarnya kondisi ini wajar. ASI akan lancar setelah 3 hari asalkan disusukan terus. Tetapi tangisan Louis yang mirip anak kelaparan membuat aku dan suamiku kuatir. Sampai-sampai suamiku menyarankan agar meminta teman sekamarku yang ASI-nya sudah lancar untuk menyusui Louis. Mula-mula aku enggan tapi akhirnya aku menyerah juga mendengar tangisan Louis. 


Dua malam aku tidak bisa tidur karena berusaha menenangkan Louis. Bidan-bidan di Bumi Sehat sudah diinstruksikan oleh Bidan Robin untuk mengompres payudaraku dengan parutan jahe. Tapi belum berhasil. Sampai pada malam ketiga suamiku sudah mau ke supermarket membeli susu formula dan aku menelepon Bidan Robin. "I'm coming, Tjandra," kata-kata ini seperti air sejuk bagiku. Bidan Robin datang dan segera menenangkan Louis. Louis pun tenang dalam gendongannya. Aneh sekali. Bidan Robin berkata bahwa yang membuat Louis tidak nyaman adalah ketidaknyamanan yang aku rasakan. Aku sebagai ibunya harus merasa nyaman. Aku segera ke kamar mandi dan mencuci muka. Ketika hendak menyisir rambut, Bidan Robin berkata bahwa aku tidak perlu berusaha terlihat cantik di depan anakku karena baginya aku sudah cantik, aku hanya perlu tenang dan nyaman. Lalu Bidan Robin memintaku berbaring dan Louis diletakkan di sampingku untuk menyusu. 


Tiba-tiba Bidan Robin seperti teringat sesuatu. Untuk malam itu Bidan Robin meminta suamiku membeli sekaleng bir hitam. Katanya bir bisa memperbanyak ASI dan membuatku lebih tenang. Suamiku segera mencari bir. Meskipun dia melarangku menghabiskan semuanya tapi setengah kaleng bir hitam cukup membuatku bisa tidur malam itu. Trik ini memang bukan trik sehat hanya saja tepat untuk aku pada saat itu.


Hari berikutnya Bidan Robin sendiri mengompres payudaraku dengan parutan jahe yang ternyata harus diberi air hangat lalu dengan menggunakan handuk baru dikompreskan. Dan ini bisa digunakan juga pada saat ibu menyusui mengalami panas dingin karena payudara penuh. Bidan Robin memberiku pelajaran menyusui selama kurang lebih 2 jam dan sejak saat itu Louis bisa menikmati ASI-ku dengan tenang.


Itulah 2 trik dari begitu banyak trik yang dimiliki Bidan Robin Lim dalam menolong ibu dan anak.

CERITA KELAHIRAN LOUIS

Sejak awal kehamilan, aku memiliki sejumlah alasan yang bisa dipakai oleh dokter kandungan untuk menyarankanku bersiap-siap melahirkan secara sesar. Usiaku sudah 36 tahun, mengalami infertilitas selama 8 tahun, mata minus tinggi, dan dari hasil USG dokterku mendapati ada miom yang tumbuh bersama janin. Tetapi rupanya aku juga seorang yang beruntung karena tidak menganggap pendapat dokter itu harga mati. Aku beruntung menemukan informasi tentang Bumi Sehat. Aku beruntung memiliki tekad dan keberanian yang besar untuk pergi ke Ubud ketika usia kehamilan menginjak 7 bulan. Aku beruntung memiliki sumber daya cukup untuk mendukung kehidupanku selama di Ubud. Aku beruntung memiliki suami yang menghormati keinginanku mengikuti kata hati. 


Keberuntungan itu mengalami puncaknya pada tanggal 27 Januari 2012. Tiga hari lebih cepat daripada HPL anakku, Louis Zion Roring. Aku mengalami kontraksi yang semakin intens sejak  26 Januari 2012 pukul 16.00 WITA. Louis lahir 9 jam kemudian. 


Louis tidak jadi lahir di air meskipun aku sudah sempat masuk ke dalam bak. Bidan Robin duduk di dekat kakiku. Suamiku duduk dekat kepalaku dan menjadi sandaran. Beberapa bidan lain duduk di tempat tidur sebelah. Sambil menunggu kontraksiku datang mereka mengobrol dan memberi semangat kepadaku. Sesekali seorang bidan memberiku 2 sendok madu penambah kekuatan. Atau minum air yang sudah dicampur dengan chloropyl. 


Louis meluncur dari rahimku dan ditangkap oleh Bidan Robin. Aku sempat mendengar tangisnya sebentar. Lalu Bidan Robin meletakkannya di atas perutku. Aku merasakan anakku seperti makhluk licin yang bergerak. Rasanya lega luar biasa. Semua mulas-kontraksi hilang tidak berbekas. Aku memeluknya sambil tertawa. Karena kami belum melihat jenis kelaminnya maka suamiku bertanya. Bidan Robin menyuruh suamiku untuk mengecek sendiri. Mendapati bahwa bayi kami adalah laki-laki, suamiku girang. Katanya dia sudah pernah bermimpi bahwa anak kami laki-laki.


Melahirkan plasenta merupakan bagian yang paling tidak mengenakkan bagiku. Mungkin karena pada kehamilan muda aku sempat mengkonsumsi obat penguat kandungan maka plasentaku harus diambil secara manual. 


Setelah semuanya selesai aku, Louis, dan suamiku tidur bertiga di satu tempat tidur. Lelah tapi tidak bisa memejamkan mata karena bahagia. 


Dulu banyak orang memandangku dengan iba karena belum hamil juga. Mereka menganggap kehamilanku terlambat. Kehamilanku tidak terlambat. Kehamilanku terjadi pada saat yang tepat karena dengan kehamilan ini aku mendapat kesempatan bertemu seorang berhati malaikat, Bidan Robin Lim.

Minggu, 22 Januari 2012

IBU ROBIN LIM - TENAGA KESEHATAN YANG SPESIAL

Salah satu impianku adalah melahirkan dengan kantong ketuban yang utuh. Atau paling tidak baru pecah ketika bayi siap meluncur. Sejak hari Rabu yang lalu aku dikuatirkan bahwa ada kemungkinan kantong ketubanku sudah bocor. Dua kali aku memeriksakan diri ke Bumi Sehat dengan hasil negatif. Artinya cairan yang keluar itu bukan air ketuban. Demi meyakinkan lagi maka aku diminta untuk USG. Aku merasa sangat beruntung memiliki seorang tenaga kesehatan seperti Ibu Robin Lim. Cara beliau memeriksaku benar-benar menenangkan. Setiap kali akan melakukan leopold di perut, Ibu Robin selalu berkata, "Hi, Baby, I love you." Pada saat USG pun kata-kata yang keluar dari mulut Ibu Robin tidak membuatku stres. Ibu Robin berpendapat bahwa air ketubanku mulai berkurang dan menyarankan aku untuk mendapatkan akupunktur dari dr. Bobby. Bukan sekedar menyarankan, bahkan Ibu Robin segera menelepon dr. Bobby untuk menerimaku di rumahnya. Rumah dr. Bobby tidak jauh dari klinik Bumi Sehat. Pada hari Minggu, yang seharusnya hari libur bagi dr. Bobby, aku mendapatkan treatment untuk menambah air ketuban sekaligus menstabilkan tekanan darahku. 

Kadang-kadang aku bertanya apakah Ibu Robin Lim ini manusia atau malaikat. Beliau memiliki cinta yang berlimpah. Setiap orang diperlakukan sama hangatnya. Diperhatikan dengan sepenuh hati walaupun Ibu Robin sedang sibuk. Maka tidak mengherankan jika banyak pasien lebih suka diperiksa oleh Ibu Robin. Bukan karena bidan-bidan lain tidak sepandai Ibu Robin tetapi karena aura beliau sangat menenangkan. Ketenangan itulah yang sangat dibutuhkan oleh setiap ibu hamil ketika kondisi yang mencemaskan sedang terjadi. 

Aku menyadari untuk menjadi seorang tenaga kesehatan seperti Ibu Robin tidaklah mudah. Seperti yang pernah dikatakannya bahwa bukan hanya dibutuhkan keterampilan, tetapi juga seni dan spiritualitas. Dari Ibu Robin aku belajar bahwa untuk memiliki hati penuh cinta aku memerlukan spiritualitas, seni, dan keterampilan dalam menjalani hidup ini. Aku bersyukur pernah mengenal seorang Robin Lim.

Kamis, 19 Januari 2012

BERTEMU NIA, THE MASSEUR VOLUNTEER

Saat itu aku sedang duduk sendirian di sofa yang berada di depan kantor Bumi Sehat. Mbak Eka - asisten Ibu Robin dalam urusan administrasi - tiba-tiba memanggilku dan bertanya,

"Besok mau datang lagi ke sini?"

"Ada acara apa, Mbak?" tanyaku. Aku berpikir mungkin ada kegiatan yang bisa aku ikuti.

"Aku mau kasih terapi pijat dari volunteer baru," jelas Mbak Eka sambil menunjuk seorang perempuan bule di sampingnya yang sedang sibuk mengisi formulir.

Sebelum aku menjawab, Mbak Eka sudah bertanya kepada sang bule itu,

"Can you start today or tomorrow?"

"I can start today. But how about the oil?" 

"Don't worry, we have some oil here and this is your first patient," aku pun diperkenalkan kepada bule itu. Dia bernama Nia, berasal dari Swiss. Mulai hari itu Nia akan menjadi pemijat sukarelawan bagi ibu hamil dan bayi.

Kami memakai ruang periksa kehamilan yang sedang kosong sebagai tempat terapi.

"I want you to massage my legs and back only," kataku agak waspada karena selama hamil tidak pernah dipijat.

"It's okay," jawab Nia, "Before I begin, I will put my hands on your belly for a while to make a connection with your body."

Maka mulailah aku diterapi. Sepanjang terapi aku bertanya banyak hal kepada Nia. Mulai dari mengapa dia memilih menjadi seorang masseur sampai tentang kondisi diriku. Nia bercerita bahwa menjadi seorang masseur adalah panggilan hidupnya. Pada saat berpraktek di Swiss, dia hanya menerima 7 - 8 pasien sehari karena dia lebih suka mendalami kondisi setiap pasiennya daripada hanya sekedar memijat. Tentang diriku, Nia berkata bahwa mataku menunjukkan aku seorang yang memiliki hati damai. Tetapi wajahku menandakan bahwa aku seorang pemikir yang otaknya terus ribut. Aku hanya bisa tertawa dan menyetujuinya. Sejujurnya aku masih kesulitan membuat otakku tenang dan kondisi ini menyebabkan energi di tubuhku tidak mengalir secara lancar. Nia menyarankan selain dengan pijat, sebelum tidur aku harus bermeditasi selama 30 menit untuk masuk ke dalam diriku sendiri dan menenangkan pikiran sampai aku tertidur.

Pijatan Nia mengingatkanku pada pijatan seorang ibu-ibu Jawa di Manokwari. Untuk ibu-ibu itu aku harus membayar Rp 250.000,- / 2 jam pemijatan. Beruntungnya diriku karena Nia seorang volunteer. Seandainya harus membayar, aku rasa tukang pijat bule akan memasang tarif lebih mahal.

"Your baby is strong. Nothing to be worried and thank you for becoming my first patient," kata Nia pada saat dia menyelesaikan 1 jam terapi.

Aku hanya bisa memeluknya sambil mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam.

"Always be grateful because you are here now," pesan Nia kepadaku.

"Thank you, Nia. Thank you, Mbak Eka. Thank you, Bumi Sehat. Thank you, God."