Kamis, 19 Januari 2012

BERTEMU NIA, THE MASSEUR VOLUNTEER

Saat itu aku sedang duduk sendirian di sofa yang berada di depan kantor Bumi Sehat. Mbak Eka - asisten Ibu Robin dalam urusan administrasi - tiba-tiba memanggilku dan bertanya,

"Besok mau datang lagi ke sini?"

"Ada acara apa, Mbak?" tanyaku. Aku berpikir mungkin ada kegiatan yang bisa aku ikuti.

"Aku mau kasih terapi pijat dari volunteer baru," jelas Mbak Eka sambil menunjuk seorang perempuan bule di sampingnya yang sedang sibuk mengisi formulir.

Sebelum aku menjawab, Mbak Eka sudah bertanya kepada sang bule itu,

"Can you start today or tomorrow?"

"I can start today. But how about the oil?" 

"Don't worry, we have some oil here and this is your first patient," aku pun diperkenalkan kepada bule itu. Dia bernama Nia, berasal dari Swiss. Mulai hari itu Nia akan menjadi pemijat sukarelawan bagi ibu hamil dan bayi.

Kami memakai ruang periksa kehamilan yang sedang kosong sebagai tempat terapi.

"I want you to massage my legs and back only," kataku agak waspada karena selama hamil tidak pernah dipijat.

"It's okay," jawab Nia, "Before I begin, I will put my hands on your belly for a while to make a connection with your body."

Maka mulailah aku diterapi. Sepanjang terapi aku bertanya banyak hal kepada Nia. Mulai dari mengapa dia memilih menjadi seorang masseur sampai tentang kondisi diriku. Nia bercerita bahwa menjadi seorang masseur adalah panggilan hidupnya. Pada saat berpraktek di Swiss, dia hanya menerima 7 - 8 pasien sehari karena dia lebih suka mendalami kondisi setiap pasiennya daripada hanya sekedar memijat. Tentang diriku, Nia berkata bahwa mataku menunjukkan aku seorang yang memiliki hati damai. Tetapi wajahku menandakan bahwa aku seorang pemikir yang otaknya terus ribut. Aku hanya bisa tertawa dan menyetujuinya. Sejujurnya aku masih kesulitan membuat otakku tenang dan kondisi ini menyebabkan energi di tubuhku tidak mengalir secara lancar. Nia menyarankan selain dengan pijat, sebelum tidur aku harus bermeditasi selama 30 menit untuk masuk ke dalam diriku sendiri dan menenangkan pikiran sampai aku tertidur.

Pijatan Nia mengingatkanku pada pijatan seorang ibu-ibu Jawa di Manokwari. Untuk ibu-ibu itu aku harus membayar Rp 250.000,- / 2 jam pemijatan. Beruntungnya diriku karena Nia seorang volunteer. Seandainya harus membayar, aku rasa tukang pijat bule akan memasang tarif lebih mahal.

"Your baby is strong. Nothing to be worried and thank you for becoming my first patient," kata Nia pada saat dia menyelesaikan 1 jam terapi.

Aku hanya bisa memeluknya sambil mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam.

"Always be grateful because you are here now," pesan Nia kepadaku.

"Thank you, Nia. Thank you, Mbak Eka. Thank you, Bumi Sehat. Thank you, God."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar